Ribuan Lilin Bentuk Protes, Meminta Keadilan Untuk Mahasiswa Unila Yang Tewas

oleh
oleh
Ribuan Mahasiswa Unila menggelar Aksi penyalaan seribu lilin sebagai simbol harapan dan keadilan. Selain itu, mahasiswa juga menggelar mimbar bebas berisi orasi, pembacaan puisi, penampilan biola, doa bersama, dan tabur bunga.

Bandarlampung Kabarlampung– Ribuan mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa FEB Menggugat menggelar aksi solidaritas bertajuk “Seribu Lilin untuk Pratama” pada Selasa malam (3/6) di Bundaran Unila.

Aksi ini merupakan bentuk seruan keadilan atas meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa FEB yang wafat pada 28 April 2025 lalu, diduga akibat tindakan kekerasan saat mengikuti pendidikan dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) pada  14 hingga 17 November 2024 di Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

Aksi tersebut diwarnai penyalaan seribu lilin sebagai simbol harapan dan keadilan. Selain itu, mahasiswa juga menggelar mimbar bebas berisi orasi, pembacaan puisi, penampilan biola, doa bersama, dan tabur bunga.

Koordinator aksi, Zidan, mengatakan bahwa penyalaan lilin merupakan simbol cahaya yang diharapkan mampu menerangi jalan keadilan bagi Pratama dan seluruh dunia pendidikan di Indonesia.

“Kita nyalakan seribu lilin sebagai simbolis cahaya. Kita berharap di dunia pendidikan tidak hanya menggaungkan keadilan, tapi keadilan harus hadir sebagaimana mestinya,” ujar Zidan.

Aliansi Mahasiswa FEB Menggugat juga menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh masyarakat Lampung yang telah ikut mengawal kasus ini dan menunjukkan kepedulian terhadap perjuangan keadilan bagi Pratama.

Tuntutan Pembekuan Organisasi dan Transparansi Investigasi Kampus Para mahasiswa menuntut agar proses hukum berjalan sesuai harapan, termasuk pembekuan organisasi mahasiswa pecinta alam (Ormawa Mahepel) yang diduga melakukan kekerasan kepada almarhum Pratama.

“Kami berharap pembekuan Mahepel segera dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Semoga ini mendorong keadilan yang selayaknya didapatkan oleh almarhum Pratama,” lanjut Zidan.

Mahasiswa menuntut keadilan kepada birokrasi kampus atas korban kekerasan hingga meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma.

Meskipun birokrasi kampus telah membentuk tim investigasi, mahasiswa merasa belum ada kejelasan. Oleh karena itu, aksi ini digelar untuk mengawal dan menuntut pertanggungjawaban pasca meninggalnya Pratama.

“Tidak hanya Ormawa Mahepel Unila ini dibekukan, tapi juga dihapus, dan kami tidak diberitahukan tim investigasi ini siapa, dan sampai di mana progresnya,” kata Zidan.

Saat ini, kasus meninggalnya Pratama tengah dalam proses penyelidikan oleh pihak berwenang. Tim investigasi juga telah dibentuk oleh pihak kampus dengan melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas, serta BEM fakultas.

Aliansi menyebut bahwa mereka telah menerima timeline investigasi yang ditargetkan rampung pada 22 Juni 2025 mendatang.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.