
Jakarta, Kabarlampung.co – Drama politik dan kekuasaan kembali mencuat dari Lampung Tengah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menjerat Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya (AW), sebagai tersangka kasus korupsi fee proyek yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (11/12), Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, mengungkap fakta mengejutkan: uang hasil korupsi itu diduga digunakan untuk menutup utang kampanye Ardito pada Pemilu 2024.
“Total dana yang diterima AW sekitar Rp5,75 miliar, digunakan antara lain untuk operasional Bupati Rp500 juta dan pelunasan pinjaman kampanye Rp5,25 miliar,” ujar Mungki.
Fee 15–20 Persen, “Jatah” dari Proyek Pemkab.
KPK menduga aliran dana tersebut berasal dari fee yang dipatok Ardito, yakni 15–20 persen, dari proyek pengadaan barang dan jasa di Pemkab Lampung Tengah. Aromanya sudah tercium sejak Februari–Maret 2025, tak lama setelah Ardito dilantik.
Ia disebut memerintahkan Anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS) untuk mengatur pemenang proyek lewat E-Katalog. Perusahaan yang harus menang? Perusahaan keluarga dan tim pemenangan Ardito.
Dalam periode Februari–November 2025, Ardito disebut menerima fee Rp5,25 miliar melalui RHS dan adiknya, Ranu Hari Prasetyo (RNP).
Terseret Keluarga dan Kerabat
Kasus ini ikut menyeret beberapa orang dekat Ardito. Total ada lima tersangka, yang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 10 Desember.
Mereka adalah:
• Ardito Wijaya, Bupati Lampung Tengah
• Riki Hendra Saputra, Anggota DPRD
• Ranu Hari Prasetyo, adik Bupati
• Anton Wibowo, Plt Kepala Bapenda, kerabat Bupati
• Mohamad Lukman Sjamsuri, Direktur PT Elkaka Mandiri
Dalam salah satu proyek, yakni pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan, Anton disebut mengatur agar PT Elkaka Mandiri memenangkan tiga paket pengadaan senilai Rp3,15 miliar.
Dugaan Korupsi Sistematis
KPK menilai praktek pengkondisian proyek ini tidak berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan jabatan dan jaringan internal pemerintahan.
Para penerima suap dijerat pasal-pasal tindak pidana korupsi dalam UU Tipikor. Sementara Lukman selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 dan Pasal 13 UU Tipikor.
KPK memastikan penyidikan akan diperluas untuk menelusuri aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain.